Senin, 22 Juni 2015

INTERRELASI NILAI ISLAM DAN JAWA DALAM ASPEK ARSITEKTUR



INTERRELASI NILAI ISLAM DAN JAWA DALAM ASPEK ARSITEKTUR

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Islam dan Kebudayaan Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, MSI



Oleh:

1.        Hidayati Azizah Ernawati   (133511050)
2.        Nailil Muna Auliya              (133511045)
3.        Moch. Asyroful Minan        (133511054)
4.        Irma Farikhah                      (133511057)
5.        Rosaliatul Ulfa Ardie          (133511058)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
INTERRELASI NILAI ISLAM DAN JAWA DALAM ASPEK ARSITEKTUR

       I.            PENDAHULUAN
Sejak Islam masuk di Jawa, Islam bertemu dengan nilai-nilai Hindu Budha yang sudah mengakar kuat di kalangan masyarakat.Tentu saja nilai-nilai dari Hindu Budha pun sebelumnya telah mengakomodasi nilai religi animisme dan dinamisme sebagai nilai yang telah mengalami percampuran, yang kemudian disebut sebagai nilai-nilai kebudayaan Jawa.
Ketika Islam datang dan berinteraksi dengan nilai-nilai lama tersebut, masyarakat sering menyebutnya sebagai nilai-nilai kebudayaan Jawa.Nilai-nilai kebudayaan yang berkembang juga menyangkut bidang arsitektur.Mark R. Woodward (1985) mengatakan bahwa Islam Jawa bagaimanapun juga berakar pada tradisi dan teks suci Islam itu sendiri. Menurutnya penting untuk mengetahui pola hubungan simbolik antara teks suci dan situasi historis umat islam, sehingga kita bisa melihat kehadiran arsitektur yang memadukan nilai islam (Timur Tengah) dengan karakteristik lokal (Jawa) yang sudah berkembang. Menurut Jauharotul Huda pemikiran Mark R. Woodward di atas mengindikasikan sebagai salah satu produk budaya arsitektur di Jawa juga merupakan bagian dari interpretasi teks dalam kehidupan orang Jawa yang menyejarah.
Pandangan di atas akan membantah opini dimana islam Jawa sering dipandang sebagai islam sinkretik atau islam nominal, yang konsekuensinya Islam Jawa bukanlah Islam dalam arti sebenarnya. Oleh karena itu penting pula memahami interelasi Islam Jawa pada bidang arsitektur. Mengingat arsitektur (secara fisik) menunjukkan keberadaan perkembangan budaya suatu daerah, Misalnya dari bangunan tempat ibadah, makam, tata ruang kota, dan lain-lain. Sehingga dalam makalah ini kami akan membahas mengenai interelasi Islam dan Budaya Jawa pada aspek arsitektur.

    II.            PERMASALAHAN
A.    Apa pengertian arsitektur Islam?
B.     Bagaimana sejarah arsitektur dalam Islam?
C.     Apa saja macam-macam arsitektur Jawa Islam?
D.    Bagaimana pola interelasi nilai Jawa dan Islam pada aspek arsitektur?

 III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian Arsitektur Islam
Kata Arsitektur berasal dari bahasa Yunani, yaitu : architekton yang terbentuk dari dua suku kata, yakni arkhe yang bermakna asli, awal, otentik, dan tektoo yang bermakna bediri stabil, dan kokoh. Arsitektur Islam adalah Ilmu dan seni merancang bangunan, kumpulan bangunan, struktur lain yang fungsional, dan dirancang berdasarkan kaidah estetika Islam.
Secara singkat, arsitektur adalah pengetahuan seni merancang (mendesain) bangunan. Adapula yang mengartikan, arsitektur merupakan perkara bangun-membangun, perkara merangkai dan menegakkan bahan satu dengan bahan lain untuk melawan gravitasi yang cenderung menarik rebah ke tanah.
Sedangkan arsitektur Islam adalah arsitektur yang berangkat dari konsep pemikiran Islam. Inti dari ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist, dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa arsitektur Islam juga memiliki inti yang sama. Dalam kategori ini arsitektur Islam yang dimaksud terkait dan terikat dengan suatu zaman atau periode tertentu atau kaum tertentu, jadi dapat dikatakan arsitektur Islam adalah abadi dan borderless atau tidak terbatas pada daerah tertentu bagi kaum tertentu.
Arsitektur Islam sebagai cerminan budaya sosial kultural ummah (masyarakat Islam) yang tengah berkembang pada periode waktu dan tempat tertentu (selanjutnya kita sebut arsitektur budaya Islam Jawa).
Hasil karya utama dalam seni arsitektur Islam adalah masjid sebagai konsekuensi dari ajaran Islam yang mengajarkan shalat dan masjid sebagai tempat pelaksanaannya. Kemudian muncul bangunan-bangunan lain di luar masjid yang juga masih merupakan rangkaian ungkapan kehidupan Islam sebagai fasilitas yang menampung kebutuhan manusia, yaitu istana- istana, bangunan benteng pertahanan, dan makam- makam.[1]

B.     Sejarah Arsitektur Islam di Jawa
Dalam sejarah peradaban Islam, masjid di anggap sebagai cikal bakal arsitektur dalam Islam, yakni dengan di bangunnya masjid Quba oleh Rasulullah SAW sebagai masjid yang pertama.[2]
Masjid Quba merupakan masjid yang pertama di jadikan kiblat (panutan) oleh masjid-masjid yang ada sesudahnya. Masjid Quba ini menampilkan pola dasar arsitektur masjid yang lebih mengedepankan makna dan fungsi minimal yang harus terpenuhi dalam sebuah bangunan masjid yaitu lapangan yang luas untuk tempat berkumpul dan beribadah. Pada awalnya bangunan masjid Quba sangatlah sederhana, dengan lapangan terbuka sebagai intinya, dan penempatan mimbar pada sisi dinding arah kiblat, serta di tengah-tengah lapangan terdapat sumber air untuk bertujuan bersuci.
Sementara itu, sebelum Islam masuk di Jawa masyarakat Jawa telah memiliki kemampuan dalam hal karya seni arsitektur, baik yang dijiwai oleh nilai seni asli Jawa maupun jenis bangunan seperti kuburan, candi, keraton, benteng, rumah joglo, relief pada bangunan gapura, tata wayang pada rumah, dan padepokan.
Masjid menjadi bangunan yang penting dalam sajian Islam seiring dengan tumbuhnya Islam di berbagai tempat. Masjid juga bisa dijadikan sebagai sarana penanaman budaya Islam. Oleh karena itu, ketika Islam masuk di Jawa arsitektur Jawa tidak dapat dinafikan oleh Islam. Agar Islam dapat diterima sebagai agama orang Jawa, maka simbol-simbol Islam hadir dalam bingkai budaya dan konsep Jawa, sebagai hasil berasimilasinya dua kebudayaan dan sekaligus sebagai pengakuan akan keberadaan keunggulan Muslim Jawa dalam karya arsitektur.[3]
Sebagai hasil proses asimilasi keduanya, bangunan-bangunan masjid itupun mengalami perubahan dengan adanya penambahan menara, makam disekitar masjid, gapura, hiasan kaligrafi, interior yang indah yang memperlihatkan perbedaan tampilan fisiknya. Hal tersebut terlihat pada bentuk atap bersirap pada bangunan masjid di Jawa.

C.    Macam-Macam Arsitektur Jawa Islam
1.      Masjid
Masjid merupakan tempat kaum muslimin beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah swt. Masjid juga sebagai tempat kaum muslimin beri’tikaf, membersihkan diri, menggembleng batin untuk membina kesadaran dan mendapatkan pengalaman batin/ keagamaan sehingga selalu terpelihara keseimbangan jiwa dan raga serta keutuhan kepribadian.[4]
Di berbagai tempat dimana Islam tumbuh, masjid telah menjadi bangunan penting dalam syiar Islam. Masjid dijadikan sebagai sarana penanaman budaya Islam sehingga dalam pengertian ini terjadilah pertemuan dua unsur dasar kebudayaan, yakni kebudayaan yang dibawa oleh para penyebar Islam yang terpaterai oleh ajaran Islam dan kebudayan lama yang telah dimiliki oleh masyarakat setempat. Di sini terjadilah asimilasi yang merupakan keterpaduan antara kecerdasan, kekuatan, watak yang disertai oleh spirit Islam yang kemudian memunculkan kebudayaan baru yang kreatif, yang menandakan kemajuan pemikiran dan peradabannya. Oleh karena itu keragaman bentuk arsitektur masjid jika dilihat dari satu sisi merupakan pengayaan terhadap khazanah arsitektur Islam, pada sisi yang lain arsitektur masjid yang bernuansa local secara psikologis telah mendekatkan masyarakat setempat dengan Islam.[5]

2.      Makam
Di Jawa, makam merupakan salah satu tempat yang dianggap sakral, bahkan sebagian cenderung dikeramatkan. Dilihat dari corak arsitekturnya terdapat beberapa bentuk. Ada yang sederhana dengan hanya ditandai batunisan seperti makam Fatimah binti Maimun, 1419. Ada pula yang diberi cungkup dan diberi hiasan-hiasan dan kelambu seperti makam Sunan Kudus, Raden Patah dan Sunan Kalijaga di Demak, Sunan Muria, Sunan Giri dan Sunan Ampel, dan ada pula makam yang dikijing.[6]
Makam pada  budaya Jawa biasanya disimbolkan dengan batu nisan sebagai penandaan orang yang dikebumikan pada makam tersebut. Macam-macam batu nisan-pun berbeda, dari seorang yang dianggap biasa sampai seorang dianggap mempunyai peran penting di suatu daerah tersebut. Orang-orang yang penting atau terhormat didirikan rumah yang indah dan megah.

3.      Tata Ruang Kota Islam
Tata ruang kota di Jawa pasca kerajaan Hindu-Jawa menggunakan konsep tata ruang yang berlandaskan pada filosofi Jawa yang muatan isinya memakai konsep islam. Yaitu dengan menempatkan keratin, masjid, pasar dan penjara dalam satu komunitas bangunan yang berpusat pada alun-alun. Penataan semacam ini sampai sekarang masih terus data kita saksikan. Dimana hampir setiap kota di Jawa yang dibangun pada kerajaan Islam, pusat pemerintahannya senantiasa beradadi pusatkota yang terdapat alun-alun didepannya, masjid di sebelah barat, penjara danpasa rdisekitarnya.[7]

D.    Pola Interalisasi Arsitektur Islam Jawa
Interalisasi Islam dalam arsitektur di Jawa sebenarnya sudah dapat dilihat sejak awal Islam masuk di Jawa.Mengingat bahwa salah satu saluran penyebaran Islam di Jawa dilakukan melalui karya seni arsitektur, diantaranya adalah bangunan masjid.
Sementara itu, sebelum islam masuk diJawa masyarakat Jawa telah memiliki kemampuan dalam melahirkan karya seni arsitektur, baik yang dijiwai oleh nilai asli Jawa maupun yang telah dipengaruhi oleh Hindu Budha dimana Jawa telah berdiri berbagai jenis bangunan seperti candi, keraton, benteng, kuburan, meru, rumah joglo, relief pada bangunan gapura, tata ruang desa/ kota yang memiliki, konsep mencapat, hiasan tokoh wayang pada rumah, kuburan, padepokan.
Oleh karena itu, Islam masuk diJawa keberadaan arsitektur Jawa yang telah berkembang dalam konsep dan filosofi Jawa tidak dapat dinafikan oleh Islam.Jadi, agar islam dapat diterima sebagai agama orang Jawa, yang kemudian memunculkan kreativitas baru sebagai hasil berasimilasinya dua kebudayaan dan sekaligus sebagai pengakuan akan keberadaan keunggulan muslim Jawa dalam karya arsitektur.
1.      Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur masjid
a.       Adanya menara yang mirip dengan meru pada bangunan hindu.
Kata menara dari perkataan manara yang berasal dari bahasa arabnar yang berarti api atau nur yang berarti bahaya. Awalan kata ma menunjukkan tempat. Jadi menara berarti tempat menaruh api atau cahaya di atas. Akan tetapi kemudian memiliki manfaat yang lain, yakni untuk mengumandangkan adzan guna menyeru orang melakukan Shalat. Sugeng Haryadi menyatakan bahwa menara dalam pandangan ulama sufi dikategorikan Manaru yaitu suatu bangunan yang puncaknya digunakan untuk memancarkan cahaya Allah SWT (agama Islam). Kondisi ini dapat kita temukan pada bangunan menara masjid Kudus (masjid al-Aqsha) yang dibangun oleh Sunan Kudus dengan cirri yang khusus dan tidak dapatkan pada bentuk bangunan masjid di mana pun, yakni bentuk bangunan menara mirip dengan meru pada bangunan Hindu, lawang kembar pada bangunan utama masjid dan pintu gapura serta pagar yang mengelilingi halaman masjid yang kesemuannya bercorak bangunan Hindu dalam bentuk susunan bata merah tanpa perekat yang mengingatkan pada bentuk bangunan kori pada kedhaton dikomplek kerajaan Hindu.
Bentuk bangunan menara masjid Kudus yang demikian dimaksudkan untuk menarik simpati masyarakat Hindu pada waktu itu memeluk Islam.Kecuali itu, menurut folklore, bangunan tersebut menunjukkan keyakinan akan kedidagyaan sunan Kudus sebagai penyebar islam di mana bangunan menara Kudus dipercaya sebagai bangunan yang dibuat oleh Sunan Kudus dalam waktu semalam dan terbuat dari sebuah batu merah yang terbungkus dalam sapu tangan berasal dari Makkah.

b.      Penggunaan bentuk atap bertingkat (dua, tiga, atau lebih)
Selain menara masjid Al-Agsha di Kudus, bentuk bangunan masjid yang bercorak khas jawa yang lain adalah bangunan masjid yang memakai bentuk atap bertingkat/ tumpang (dua, tiga, lima, atau lebih), dan pondasi persegi. Pondasi yang persegi ini sisinya tepat berada pada arah mata angin.Selain sok0 gurunya juga membentuk sebuah persegi, terdapat pula ciri khas mimbar dengan pola ukiran teratai, mustaka atau memolo, disebelah timur terdapat pintu masuk dan diperluas dengan adanya serambi, ditengah-tengah tembok sebelah barat ada bangunan menonjol untuk mihrab yang berbentuk lengkung pola kalamakara, dan dibagian selatan ada bangunan tambahan yang dihubungkan dengan jendela dan pintu kebagian dalam yang sering disebut dengan pawestren (karma) / pangwadon (Ngoko), yaitu tempat khusus untuk sholat perempuan dan maksura yang merupakan tempat khusus untuk raja atau sultan pada waktu salat jum’at.
Bentuk bangunan masjid dengan model atap tingkat tiga diterjemahkan sebagai lambang keislaman seseorang yang ditopang oleh tiga aspek, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.Adapun Norcholis Masjid menafsirkan sebagai lambang tiga jenjang perkembangan penghayatan keagamaan manusia, yaitu tingkat dasar atau permulaan (purwa), tingkat menengah (madya), dan tingkat akhir yang maju dan tinggi (wasana), yang sejajar dengan jenjang vertical Iman, Islam, dan ihsan.Selain iu, dianggap pula sejajar dengan syari’at, thoriqot dan ma’rifat.
Bangunan pawestren pada masjid-masjid diJawa pawestren dimasjid Kudus Kulon tidak berada disebelah selatan ,tetapi berada  disebelah utara dengan melewati pintu gerbang kecil.Di masjid mantingan tidak kita dapatkan pawestren ini, tetapi jika dilihat dari bangunannya sekarang, masjid Mantingan ini merupakan bangunan baru, meskipun bekas-bekas bangunan kunanya masih ada seperti batu kecil dengan gambar binatang yang ditempelkan ditembok dan berasal dari masa peralihan agama.Menurut Tudjimah ada kemungkinan masjid Mantingan lama dahulu juga memiliki pawestren seperti masjid Giri yang memiliki pawestren yang antic, mengingat adanya kemiripan yang menyolok antara kedua bangunan masjid tersebut.

c.       Adanya bedug dan kentongan
Masjid diJawa biasanya dilengkapi dengan bedug dan kentongan sebagai pertanda masuknya waktu sholat, yang pada masanya dianggap sangat efektif sebagai sarana komunikasi.Ciri-ciri bangunan masjid seperti itu dapat kita temui hampir dalam semua bangunan masjid kuna di Jawa seperti masjid dekat makam raja Kuta Gede dan Imogiri, masjid di Giri, masjid Demak, dan kebanyakan masjid-masjid di Jawa.[8]

2.      Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur makam
Biasanya disekitar komplek masjid diJawa juga terdapat bangunan makam.Makam yang terdapat di sekitar masjid adalah makam para tokoh islam yang hidup disekitar masjid tersebut berada seperti masjid kudus yang berada satu kompleks dengan makam sunan Kudus, masjid  Demak satu kompleks dengan makam Raden Patah,dan sebagainya.
Di Jawa, makam merupakan salah satu tempat yang dianggap sakral, bahkan sebagian cenderung dikeramatkan.Dilihat dari corak arsitekturnya terdapat beberapa bentuk.Ada yang sederhana dengan hanya ditandai batu nisan seperti makam Fatimah binti Maimun, 1428, atau makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik,1419.Ada  pula yang diberi cungkup dan diberi hiasan-hiasan dan kelambu seperti makam Sunan Kudus, Raden Patah, Sunan Kalijaga, Sunan Muria, dan ada pula makam yang dikijing.
Adapun penempatannya ada yang menyatu dengan komplek masjid seperti makam Sunan Kudus, makam Raden Patah, makam Sunan Muria, Sendang Duwur, dan Ampel.Juga ada yang ditempatkan dipuncak bukit seperti komplek neoporole raja-raja Mataram Imogiri, Astana Giribangun Mangadeng diMatesih, dan Makam Sunan Muria di Gunung Muria.Kondissi ini menyerupai bangunan pura yang didalamnya terdapat abu pembakaran mayat yang diletakkan pada tempat yang tinggi pada tradisi Hindu.
Bangunan makam sunan Kudus yang arealnya dikelilingi bangunan berlapis-lapis mengingatkan kita pada bentuk bangunan kedhaton pada zaman kerajaan Hindu dengan lawang korinya.Tampilnya berbagai seni hias dan steretipe candi pada beberapa makam di Jawa menunjukkan adanya bukti interelasi budaya Jawa dan Islam dalam arsitertuk makam, mengingat bahwa dalam Islam sebenarnya terdapat tradisi penguburan jenazah yang didasarkan pada hadits nabi seperti:
a.       Kuburan lebih baik ditinggikan dari tanah sekitar agar mudah diketahui (HR Baihaqi)
b.      Membuat tanda kubur dengan batu atau benda lain pada bagian kepala (HR Abu Daud)
c.       Dilarang menembok kubur (HR at-Tirmidzi dan Muslim)
d.      Dilarang membuat tulisan diatas kubur (HR An Nasai)
e.       Dilarang membuat bangunan diatas kubur (HR Ahmad dan Muslim)
f.       Dilarang menjadikan kuburan sebagai masjid (HR Bukhari muslim)
Hadits-hadits tersebut tentunya harus dipandang sebagai kaidah normative islam, sedangkan dalam realitas makam Islam di Jawa, kaidah tersebut ada yang tidak diberlakukan.hal tersebut mengingatkan bahwa dalam tradisi pra Islam hampir tidak mengakui kematian.Dan karenanya ia sering disamarkan atau ditafsirkan dengan “kembali kealam dewa”, “hilang” “sirna”, dan sebagainya.Dan karena makam tidak dianggap sebagai kubur sebagai mana konsep islam, tetapi sebagai tempat tidur panjang (pasarean),”astana”, atau “tempat ketenangan”.
Sejak islam memiliki sebuah wilayah, maka sebenarnya sejak itu islam telah mulai memiliki kemampuan dalam menata wilayahnya.Sama halnya ketika umat islam memilki wilayah di Jawa ini, maka merekapun mulai menata kota dengan perangkat bangunan yang menjadi kepentingannya.[9]

3.      Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur tata ruang kota
Sebagai sebuah kerajaan Islam di Jawa, Mataram yang merupakan kelanjutan dari penguasa kerajaan sebelumnya (Hindu Majapahit) memilki tata bangunan kota yang sangat dipengaruhi oleh nilai lokal yang telah ada, dan tata nilai baru yang dibawa oleh Islam.
Dalam pemikiran Jawa, Keraton merupakan pusat jagat raya.Pola pengaturan didalam keraton tidak terlepas dari usaha raja untuk menyelaraskan kehidupan warga masyarakat keraton dengan jagad raya itu.Dengan demikian, maka bangunan itu merupakan lambang yang penuh arti.Pengaturan bangunan dilakukan dengan pola tengah, yang berarti pusat, sakral, dan magis, diapit oleh dua lainnya, yang terletak didepan dan belakangnya atau kanan dan kirinya.Pengapitan itu dapat berjumlah empat atau delapan yang ditempatkan sesuai dengan arah mata angin.
Oleh karenanya tata ruang kota di Jawa pasca kerajaam Hindu jawa menggunakan konsep tata ruang yang berlandaskan pada filosofi Jawa muatan isinya memakai konsep Islam.Hal ini terlihat dengan penggunaan konsep mancapat dalam tata ruang desa-desa di Jawa, tetapi unsur-unsur mancapatnya dengan nilai ajaran islam, yaitu dengan menempatkan keraton, masjid, pasar, dan penjara dalam satu komunitas bangunan yang berpusat dialun-alun.
Konsep tata ruang seperti ini mengingatkan kepada penguasa/adipati/ raja serta rakyat bahwa rakyat harus taat kepada ulil amri dan ulil amri harus taat kepada Allah serta memegang teguh amanat allah, dan keduanya harus sama-sama mengabdi dan beribadah kepada Allah dengan melakukan sholat.Siapapun berkhianat dan berbuat jahat akan diadili ditengah-tengah alun-alun dan akan masuk kedalam penjara dunia sebagai gambaran penjara neraka di akhirat atas balasan bagi orang yang jahat, sedangkan munculnya pasar adalah sebagai penyeimbang kehidupan manusia sebagaiman konsep Islam, “carilah kebahagiaan didunia dan akhirat, serta berusahalah kamu seakan kamu akan hidup didunia selamanya dan beribadahlah kamu seakan engkau akan mati esok hari”.
Kecuali itu cirri-ciri khas jalan-jalan yang membelah dari pusat alun-alun dan perkampungan yang dihuni oleh komunitas orang santri yang disebut kauman telah menjadi cirri khas tata kota di Jawa.[10]


 IV.            PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Arsitektur Islam adalah pengetahuan seni merancang bangunan yang berangkat dari konsep pemikiran Islam.
2.      Sejarah arsitektur Islam berawal dari pembangunan masjid Quba pada masa Rasulullah sebagai  masjid pertama. Sementara itu, sebelum Islam masuk di Jawa, masyarakat Jawa telah memiliki kemampuan dalam melahirkan karya seni arsitektur. Oleh karena itu, ketika Islam masuk di Jawa, arsitektur Jawa tidak dapat dinafikan oleh Islam. Jadi, agar Islam dapat diterima sebagai agama orang Jawa, maka simbol-simbol Islam hadir dalam bingkai budaya dan konsep Jawa, sebagai hasil berasimilasinya dua kebudayaan.
3.      Macam-macam arsitektur Jawa Islam yaitu masjid, makam, tata kota Islam.
a.       Interrelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur masjid :
1)      Adanya menara yang mirip dengan meru pada bangunan hindu.
2)      Adanya lawang kembar, pintu gapura dan pagar bercorak Hindu
3)       Penggunaan bentuk atas bertingkat/ tumpang dan pondasi persegi
4)      Adanya pawastren
5)      Adanya bedug dan kentongan
b.      Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur makam :
1)      Penggunaan penanda pada makam seperti batu nisan dan ada pula
yang diberi cungkup.
2)      Ditempatkannya makam di tempat yang tinggi.
3)      Adanya bangunan berlapis di sekeliling makam
4)      Adanya candi pada beberapa Makam di Jawa
5)      Penggunaan istilah pesarean (tempat tidur panjang)
6)      Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur istana :
7)      Bahan yang digunakan adalah dinding bata yang memang amat tua
8)      Biasanya berupa empat buah tiang menyangga atap sirap menutupi lantaberupa empat buah tiang menyangga atap sirap menutupi lantai seluas kira-kira 4x4 meter persegi
9)      Bangunan yang menghadap ke Timur dan di depannya ada sebuah kolam penuh hiasan berpola mega mendung
10)  Di depan kolam ada pekarangan kecil dan di seberangnya ada suatu peninggian tanah (batur) yang diduga adalah semacam pendopo
c.       Interelasi Islam dan Jawa dalam arsitektur tata kota Islam :
1)      Biasanya terdapat alun-alun yang menjadi pusat keramaian kota
2)     Di dekat alun-alun terdapat bangunan Masjid besar
3)     Terdapat pula Pendopo yang menjadi pusat pemerintahan
4)     Tidak jauh dari alun-alun, terdapat pasar yang menjadi pusat perdagangan
B.     Saran
Demikianlah makalah mengenai “Interrelasi Nilai Islam Dengan Budaya Jawa Dalam Bidang Arsitektur” ini penulis susun, semoga dapat menambah wawasan baik bagi penulis maupun pembaca. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, maka dari itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan guna perbaikan karya selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Ayub, Mohammad E.,Manajemen Masjid, Jakarta: GemaInsani, 2007.
Amin, M. Darori, Islam dan KebudayaanJawaa, Yogyakarta: Gama Media, 2000.




BIODATA PEMAKALAH

Nama                           : Hidayati Azizah Ernawati
Nim                             : 133511050
Jurusan/Prodi              : Pendidikan Matemematika
Tempat Tanggal Lahir : Pati, 05 November 1995
Riwayat Pendidikan :
1. TK Darma Wanita Tondomulyo Jakenen
2. SDN Tondomulyo Jakenan Pati
3. MTs N Winong Pati
4. SMA N Jakenen Pati
5. UIN Walisongo Semarang
Alamat                        : Tondomulyo Jakenan Pati
Nomor telepon            : 085640969277
Email                           : hidayati01@gmail.com


Nama                           : Moch. Asyroful Minan
Nim                             : 133511054
Jurusan/Prodi              : Pendidikan Matemematika
Tempat Tanggal Lahir : Rembang, 14 Februari 1995
Riwayat Pendidikan :
1. TK Sridadi Rembang
2. SDN Sridadi Rembang
3. MTs Mu’allimin Mu’allimat Rembang
4. MA Mu’allimin Mu’allimat Rembang
5. UIN Walisongo Semarang
Alamat                        : Desa Sridadi Ngampo Rembang
Nomor telepon                        : 085640947922
Email                           : asyrofulminan14@gmail.com


Nama                            : Irma Farikhah
NIM                              : 133511057
Jurusan                          : Pendidikan Matematika
Tempat, Tanggal Lahir  : Jepara, 29 Desember 1994
Pendidikan                    :
-  MI Miftahl Huda Jlegong – Keeling – Jepara
-  Mts Darul Falah Sirahan – Cluwak – Pati
-  MA Darul Falah Sirahan – Cluwak – Pati
-  UIN Walisongo Semarang
 Alamat                         : Desa Jlegong RT/RW. 09/03 Kec. Keling Kab. Jepara
Nomor HP                    : 085712255539
Email                             : f.ariecha29@gmail.com

Nama                           : Rosaliatul Ulfa Ardie
Nim                             : 133511058
Jurusan/Prodi              : Pendidikan Matemematika
Tempat Tanggal Lahir : Demak, 22 Januari 1996
Riwayat Pendidikan :
1. MI Nurul Ittihad Babalan
2. MTs. Nurul Ittihad Babalan
3. SMA Islam Sultan Agung 2 Jepara
4. UIN Walisongo Semarang
Alamat                        : Babalan RT/RW 03/05 Wedung Demak
Nomor telepon            : 085741693183
Email                           : rosa.ulfardie@gmail.com


Nama                           : Nailil Muna Auliya
Nim                             : 133511045
Jurusan/Prodi              : Pendidikan Matemematika
Tempat Tanggal Lahir : Kudus, 05 Oktober 1995
Riwayat Pendidikan :
1. RA Hidayatul Mustafidin
2. MI Hidayatul Mustafidin
3. MTs. Hidayatul Mustafidin
4. MAN 2 Kudus
4. UIN Walisongo Semarang
Alamat                        : Lau, Dawe, Kudus
Nomor telepon            : 087746603187
Email                           : naililauliya@gmail.com


[1] Baihaqi An-nizar, Interelasi Nilai Jawa dan Islam, http://baihaqi-annizar.blogspot.com/2014/11/interrelasi-nilai-jawa-dan-islam-pada.html diakses pada tanggal 23 Maret 2015 pukul 13.00 WIB
[2] Darrori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta:Gama Media,2002, hlm.186
[3]Darrori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, hlm.188
[4]Mohammad E. Ayub, Manajemen Masjid, Jakarta: GemaInsani, 2007, hlm. 7.
[5]M. Darori Amin, Islam danKebudayaanJawa,  hlm.187-188.
[6]M. Darori Amin, Islam danKebudayaanJawaa, hlm.164.
[7]M. Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, hlm.197.
[8] M. Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa,
[9]M. Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, hlm.188
[10] M. Darori Amin, Islam danKebudayaanJawaa,hlm.188-189.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar