LAPORAN
MINI RISET
TRADISI
BUKA LUWUR DI MAKAM SUNAN MURIA
Disusun Guna Memenuhi
Tugas
Mata kuliah : Islam
dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : M. Rikza Chamami, M.Si.
Disusun :
Nailil Muna Auliya (133511045)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH
DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS
ISLAM
NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Islam dan budaya Jawa adalah dua
konteks yang berbeda. Islam adalah sebuah agama yang berlandaskan Al-Qur’an dan
As- Sunnah. Sedangkan budaya Jawa adalah sebuah adat dan kebiasaan masyarakat
Jawa yang didapat dari peninggalan nenek moyang. Namun keduanya dapat saling mempengaruhi.
Islam sebagai agama dengan berbagai
hukum-hukumnya telah mempengaruhi pola budaya dan tradisi masyarakat pemeluknya. Akan
tetapi aspek sosial budaya dari masyarakat setempat tidak serta merta hilang begitu saja. Islam dan budaya Jawa terdapat tarik menarik dalam interaksinya. Hubungan yang erat antara ajaran Islam dengan masyarakat Jawa
umumnya selain berkaitan juga terjadi perpaduan nilai menjadi tradisi sehingga
dalam banyak hal sulit memisahkan antara unsur Islam dengan Jawa asli.
Secara esensial kebudayaan mengatur kehidupan manusia agar mengerti dan
mampu memahami bagaimana ia harus bertindak, berbuat dan menentukan sikap dalam
hubungan dengan orang lain. Masyarakat dan kebudayaan senantiasa berkembang dan
mengalami perubahan seiring dengan peradaban manusia.
Dalam perkembangan berikutnya kebudayaan Jawa banyak sekali menyerap konsep-konsep dan simbol-simbol Islam sehingga
sering kali tampak bahwa Islam muncul sebagai sumber kebudayaan yang
terpenting. Pengaruh Islam juga sangat terasa dalam upacara-upacara sosial
budaya populer. Misalnya di Sumatra ada upacara Tabut untuk memperingati maulud
nabi (kelahiran nabi), begitu juga di Jawa dengan Sekaten, kemudian ada Grebeg
di Demak dan Buka Luwur di Kudus.
Di Kudus sendiri banyak sekali
kebudayaan yang dapat di temukan. Setiap daerah mempunyai tradisinya
sendiri-sendiri. Tentu dengan rangkaian acara yang berbeda-beda pula. Masyarakat Kudus mempunyai banyak sekali
upacara tradisional yang khas misalnya buka
luwur, dandangan, bulusan dan masih banyak yang lainnya. Tradisi buka luwur di
Kudus terdapat di dua tempat yakni di makam sunan Kudus dan makam sunan Muria.
Buka luwur adalah acara yang
bertujuan untuk mengenang dan meneladani ajaran kanjeng sunan yakni tokoh penyebar agama islam di Pulau Jawa. Pada laporan mini
research ini akan dikaji lebih jauh mengenai buka luwur yang ada di kawasan
Muria dalam rangka menenang sunan Muria.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian buka luwur?
2. Bagaimana rangkaian acara buka luwur makam sunan Muria?
3. Bagaimana makna acara buka luwur makam sunan Muria?
BAB II
LANDASAN TEORI
Bagi masyarakat jawa, hidup ini penuh dengan tradisi, baik
tradisi-tradisi yang berkaitan dengan lingkungan hidup manusia sejak dari
keberadaannya di perut ibu, lahir, kanak-kanak, remaja, dewasa sampai dengan
kematiannya. Hal ini dikarenakan, menurut Koentjaraningrat yang dimaksud
masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh
suatu sistem adat istiadat. [1]
Kepercayaan atau ritual yang dilakukan oleh orang Jawa disebut
“kejawen”. Ajaran kejawen merupakan keyakinan dari ritual campuran dari
agama-agama formal dengan pemujaan terhadap kekuatan alam. Sebagai contoh,
orang Jawa banyak yang menganut agama Islam, namun pengetahuan mereka tentang
agamanya boleh dikatakan masih kurang mendalam. Karena, dalam keberagamaan
rata-rata masyarakat Jawa adalah nominalis, dalam arti bahwa mereka tidak
bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ajaran-ajaran agamanya. Ada juga diantara
mereka yang benar-benar serius dalam menjalankan ajaran-ajaran agamanya.
Praktik keagamaan yang dilakukan hanya sebagai seremoni semata.
Karena kurangnya keseriusan dalam memahami dan mengamalkan agamanya
berakibat kepada beberapa hal, yang antara lain mudahnya mereka untuk tergiur
dalam mengadopsi kepercayaan, ritual, dan tradisi dari agama yang lain termasuk
tradisi asli pra Hindu-Budha yang dianggap sesuai dengan alur pemikiran mereka.
Oleh karena itu, meskipun mengaku sebagai seorang muslim, mereka juga
meletakkan kembang setaman dan sesaji lainnya di tempat-tempat khusus pada
hari-hari tertentu, mengadakan ruwatan untuk anak-anaknya yang perlu diruwat,
melakukan laku khusus pada malam satu syura, dan mengeramatkan keris serta
benda-benda pusaka lainnya.[2]
Tradisi menyeleralaskan antara agama Islam dan budaya Jawa itu
telah berlangsung sejak awal perkembangan Islam di Jawa. Salah satunya ditulis
dalam literatur karya sastra yaitu Serat Wirid Hidayah jati karya R.N.G
Ranggawarsita yang merupaan kitab mistis yang cukup lengkap dan padat. Adapun
isinya adalah mengenal ajaran tentang Tuhan dan hubungan antara dzat, sifat,
asma’ dan af’al Tuhan, uraian tentang penciptaan manusia serta aspek budi luhur
beserta sebagai ajaran yang berkaitan dengan mistik.[3]
Cara yang ditempuh agar nilai-nilai Islam yang diserap oleh budaya
Jawa ada dua, yaitu: pertama, Islamisasi kultur jawa, dimana dalam pendekatan
yang satu ini budaya Jawa diupayakan agar tampak bercorak islam, baik secara
formal maupun secara substansial. Upaya ini ditandai dengan penggunaan istilah
Islam, nama-nama Islam, pengambilan tokoh Islam pada berbagai cerita lama,
sampai kepada penerapan hukum-hukum, norma-norma Islam dalam berbagai aspek
kehidupan. Kedua, Jawanisasi Islam, yang diartikan sebagai upaya
penginternalisasian nilai-nilai islam melalui cara penyusupan kedalam budaya
Jawa.[4]
Kehadiran
Islam di Jawa dalam bingkai kebudayaan yang telah terbentuk sebelumnya dalam
perpaduan kebudayaan Hindu dan kebudayaan asli (Jawa) melahirkan sikap bahwa
kehadiran Islam bukanlah sesuatu yang baru untuk menggantikan yang lama, tetapi
menambahkan sesuatu kepada yang lama, sehingga Islam dapat dengan mudah
diterima oleh masyarakat.[5]
BAB III
KONDISI LAPANGAN
Tradisi
buka luwur di Kudus ada dua yakni di makam sunan Kudus dan sunan Muria. Namun
pada laporan ini akan membahas mengenai buka luwur di makam sunan Muria.
Buka
luwur dimakam sunan Muria dilaksanakan di desa Colo kecamatan Dawe kabupaten
Kudus. Dinamakan sunan Muria karena Raden Umar Said melakukan dakwahnya di
sekitar gunung Muria. Beliau mengabdikan hidupnya untuk menyebarkan agama Islam
hingga beliau wafat dan dimakamkan di gunung Muria.
Untuk
mengenang jasa dan pengabdian sunan Muria, setiap setahun sekali diadakan buka
luwur dengan sederet rangkaian acara yang meliputi tahlilan, khataman al-Qur’an,
shalawat nabi dan lain sebagainya.
BAB IV
ANALISIS LAPORAN
1.
Pengertian buka luwur
Penyelenggaraan upacara peringatan terhadap orang-orang yang sudah
meninggal menjadi tradisi yang sangat kuat, terutama orang yang sudah meninggal
tersebut adalah seorang tokoh terkenal dalam bidang agama. Hal ini terbukti dengan adanya sebuah upacara yang dianggap sakral oleh
masyarakat Kudus, yaitu upacara tradisional Buka Luwur.
Buka luwur merupakan upacara
peringatan wafatnya sunan atau ulama yang disegani masyarakat atau yang sering
disebut dengan khaul. Buka luwur adalah tradisi mengganti kain mori atau luwur
makam sunan. Tradisi ini dipercaya akan mendatangkan berkah yang datang dari
Tuhan sesuai dengan hajat niatan tertentu sesuai yang diinginkan.
Ritual ini dilakukan pencopotan kelambu atau kain putih dan makam
yang sudah satu tahun digunakan. Kelambu atau kain putih
itulah yang disebut dengan Luwur. Kelambu atau kain putih bekas penutup makam
tersebut menjadi rebutan masyarakat karena untuk mendapatkan “berkah”.
Ritual ini bukanlah sekedar mengganti luwur yang lama dengan yang
baru. Akan tetapi acara ini juga bertujuan untuk mengenang dan meneladani
kanjeng sunan.
Di Pantura Timur setidaknya ada tiga
makam besar yang mempunyai waktu hampir bersamaan dalam perayaan tradisi buka
luwur yang diadakan pada bulan Syura, yakni Makam Sunan Kudus Dja’far Shadiq,
Sunan Muria Umar Said, dan Makam KH Mutamakin Hajen Pati. Ketiga makam tersebut
mempunyai kedudukan khusus bagi warga Pantura Timur karena kharisma agamanya
begitu kuat. Dua di antaranya adalah bagian dari Walisongo, yakni Sunan Kudus
dan Sunan Muria.
2.
Rangkaian acara buka luwur makam sunan Muria
Ritual buka luwur merupakan ritual
yang senantiasa dilakukan tiap tahunnya di Kudus, baik itu makam sunan Kudus
maupun makam sunan Muria. Pelaksanaan buka luwur di makam sunan Kudus
dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram, sedangkan di makam sunan Muria dilaksanakan
pada tanggal 15 Muharram.
Buka luwur sunan Muria dimulai pada
tanggal 1 Muharram yang disebut juga mapak tanggal karena tanggal ini juga
sekaligus memperingati tahun baru Hijriyyah. Di tanggal tersebut kain mori atau
luwur yang lama di lepas. Kain lama yang telah dilepas akan dibagikan kepada
warga yang tinggal di sekitar gunung Muria. Kebanyakan masyarakat menganggap
bahwa kain tersebut membawa berkah karena banyak doa yang melekat padanya.
Kepercayaan tersebut sebenarnya merupakan kepercayaan yang sama dengan animisme
dan dinamisme. Hanya saja, dalam hal ini telah di sisipi muatan islami.
Selanjutnya, pada tanggal 13
Muharram diadakan penyembelihan hewan kerbau. pada tanggal ini dilakukan
persiapan untuk acara yang akan digelar pada tanggal 14 muharram. Kerbau yang
telah disembelih, dimasak untuk dibagikan kepada para peziarah dan masyarakat
sekitar. Nasi dan kerbau yang telah dimasak dibungkus dengan daun jati.
Pada tanggal 13 Muharram juga
dilaksanakan khatmil Qur’an yang di mulai dari jam 7 sampai selesai. Khatmil
Qur’an pada tanggal 13 ini di hadiri oleh para hafidz yang tidak hanya
didatangkan dari desa colo saja, tetapi dari daerah yang lain juga misalnya
desa kajar, pandak dan sekitarnya.
Pada tanggal 14 muharram, diadakan
khatmil Qur’an dari mulai juz satu sampai juz tigapuluh yang dihadiri oleh para
hafidzoh. Acara ini dilaksanakan mulai dari jam 7 pagi sampai selsesai.
Pada malam harinya yaitu pada malam
15 Muharram diadakan pengajian umum yang membahas tentang perjuangan dan
pengabdian sunan Muria dalam menjalankan misi dakwah menyebarkan agama islam.
Tujuannya tidak lain agar dapat diteladani
oleh masyarakat, utamanya yang hadir dalam pengajian tersebut. Acara ini
dilaksanakan di sekitar makam sunan Muria. Ratusan bahkan ribuan orang-orang
berkumpul disini, mulai dari para kyai sampai dengan orang biasa datang dengan
tujuan mendoakan waliyullah Raden Umar Sa’id, dan agar memperoleh berkah.
Rangkain acara pengajian umum ini
meliputi shalawat nabi, tahlilan, qira’atul Qur’an, maidhah hasanah dan
pembagian nasi jangkrik. Setiap orang yang datang dan ziarah di makam sunan
muria akan diberi makanan (nasi jangkrik) yang telah dimasak sehari sebelumnya.
para peziarah dengan antusias menerima bungkus makanan yang diberi. Bukan karena
mereka menginginkan dagingnya, namun karena para peziarah tersebut ingin ‘ngalap
berkah’ dari sebungkus nasi tersebut.
Pada pagi hari tanggal 15 Muharram setelah Shalat Subuh dimulailah
acara penggantian kelambu atau kain yang khusus diikuti oleh para kyai. Susunan acaranya yakni iftitakhul majlis, penggantian luwur, yasin
dan tahlil. Dalam acara ganti luwur ini, pertama yang di lakukan adalah
berjalan dengan mebawa kain dari dalam masjid, sambil diiringi rebana empat dan
beduk melewati tangga, kemudian melewati depan masjid, melewati depan gentong
peninggalan Sunan Muria, kemudian ke makam. Lalu mulailah pemasangan luwur baru. Luwur yang baru ini merupakan hasil dari sumbangan
masyarakat secara suka rela.
Setelah acara pergantian luwur
tesebut, diadakan pembagian makanan yang berupa nasi dan daging yang sudah
dimasak kepada masyarakat sekitar. Setelah pergantian luwur dan pembagian nasi
kepada masyarakat, berakhirlah acara buka luwur sunan Muria.
3.
Makna acara buka luwur makam sunan Muria
Buka Luwur merupakan upacara Keagamaan dalam rangka mendoakan, menghormati
dan mencari keberkahan dari seseorang yang dikenal dan diyakini sebagai wali dan
sangat dengan Tuhan serta memiliki kesaktian dan kebaikan-kebaikan lain yang
ada dan melekat pada dirinya.
Lebih jauh dari itu buka luwur juga ritual untuk masyarakat agar dapat
mengikuti keteladanan wali, juga meningkatkan agar orang-orang membiasakan diri
untuk bersedekah.
Dimensi sosial yang muncul dari buka
luwur adalah adanya kebersamaan dan kesetiakawanan yang saat ini jarang ada.
Buka luwur bisa dikategorikan sebagai pesta rakyat, karena antusias masyarakat
yang mengikuti serta panitia acara. Dalam sebuah acara setidaknya melibatkan
ratusan masyarakat yang turun tanpa dikomando dan dibayar dengan upah rupiah.
Karena mereka akan cukup jika ada hasil sajian kuliner yang bisa dibawa pulang
sebagai bagian dari ‘ngalap berkah’, serta sepotong kain
luwur yang selalu disimpan untuk kepentingan pribadi.
Buka luwur merupakan hajat
masyarakat, besar kecilnya acara tersebut tergantung dari masyarakat. Namun,
besar kecilnya acara tersebut tidak mengurangi kekhidmadan acara buka luwur ini
karena kekhusyu’anlah yang terpenting.
Acara ini juga menjadi ajang
pemersatu masyarakat, karena dalam acara ini semua kalangan mulai dari orang
tua, anak muda, laki-laki, perempuan, dari satu kota mapupun luar kota
berkumpul dalam acara ini untuk memperoleh berkah. Semua orang dengan tujuan
yang sama berkumpul dan berdo’a. Dengan demikian hal tersebut juga berguna
memperkenalkan dan menjaga tradisi yang telah ada agar tetap lestari sebagai
tradisi berbalut berkah.
BAB V
A.
KESIMPULAN
Buka luwur merupakan upacara
peringatan wafatnya sunan atau ulama yang disegani masyarakat atau yang sering
disebut dengan khaul. Buka luwur adalah tradisi mengganti kain mori atau luwur
makam sunan. Tradisi ini dipercaya akan mendatangkan berkah yang datang dari
Tuhan sesuai dengan hajat niatan tertentu sesuai yang diinginkan.
Pada ritual buka luwur sunan Muria
diadakan rangkaian acara yang membutuhkan waktu 3 hari lamanya yakni pada
tanggal 13 sampai 15 Muharram. Rangkaian acaranya meliputi khataman Qur’an,
shalawat nabi, tahlilan, pengajian dan yang paling penting yakni penggantian
kain mori atau luwur.
Tujuan dari ritual ini adalah untuk
mengenang dan meneladani kepribadian waliyullah Raden Umar Said. Diharapkan
masyarakat dapat meniru akhlak dan budi pekerti dari sunan Muria.
B.
SARAN
Demikianlah laporan mini riset
berjudul Tradisi buka luwur di
makam sunan Muria. Penulis berharap dapat memberikan
kontribusi yang positif bagi pengembangan ilmu Islam dan Budaya Jawa. Meskipun
demikian, penulis menyadari bahwa laporan yang penulis susun masih jauh dari
kesempurnaan. Maka, kritik dan saran yang positif sangat penulis harapkan demi
perbaikan ke depannya.
Daftar Pustaka
Jamil,
Abdul dkk. 2000. Islam &
Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media.
Koentjaraningrat.
1996. Kebudayaan mentalis dan
Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Amin,
Darori. 2000. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media.
Simuh.
1980. Mistik Islam Kejawen. Yogyakarta: Pustaka Raja Purba.
Shodiq.
2013. Potret Islam Jawa. Semarang: Pustaka Zaman.
[1]
Koentjaraningrat, Kebudayaan menalis dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1996, hlm. 100
[2] M. Darori
Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000, hlm. 86
[3] Simuh, Mistik
Islam Kejawen, Yogyakarta: Pustaka Raja Purba, 1980, hlm. 4
[4] Abdul Jamil,
dkk, Islam & Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gama Media, 2000, hlm. 119
[5] Shodiq, Potret
Islam Jawa, Semarang: Pustaka Zaman, 2013, hlm. 42
Tidak ada komentar:
Posting Komentar